Undang-undang Desa no 6 Tahun 2014, Melemahkan Pembangunan Indonesia.
Oleh : Taufick Max ( Kepala Desa Kao, Kab. Halmahera Utara, Maluku Utara )
Undang-undang No 6 Tahun 2014 |
Desa merupakan Pemerintahan terkecil di Indonesia yang memiliki Otonomi tersendiri. Hal tersebut diatur dalam Undang-undang Otonomi Daerah No 32 Tahun 2004. Hal ini berarti bahwa Desa juga memiliki Kewenangan untuk mengurus wilayahnya masing-masing, yang dalam bahasa Undang -undang No 6 Tahun 2014 salah satunya adalah Hak Asal-Usul.
Idealnya sebuah perencanaan pembangunan, maka butuh pemahaman dan konsepsi yang maksimal dalam merealisasikan apa yang ingin di bangun. termasuk mempersiapkan langkah-langkah kerja yang harus dilakukan setiap tahapannya.
Maka dengan Konsep Pembangunan yang bersifat kerakyatan yang ingin ditunjukan oleh Pemerintah Indonesia saat ini dibawah kepemimpinan Joko Widodo. Dilaksanakan secara hati-hati mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pengawasan.
Dengan dibuatnya Kementrian Desa, Transmigrasi, dan Daerah tertinggal menguatkan indikasi bahwa Pemerintah Indonesia, benar-benar serius untuk membangun bangsa dimulai dari tingkatan yang paling bawah yaitu Desa.
Begitu banyaknya Alur dan tahapan yang harus dilakukan dan dibatasi dengan mekanisme ketatanegaraan di Indonesia ini. maka program yang disusun Oleh Kementrian Desa yang diprioritaskan langsung pelaksanaan di Desa itupun harus mengikuti beberapa langkah dan aturan-aturan agar Hasil sesuai dengan yang direncanakan atau Perencanaan dan keinginan Pemerintah sesuai dengan Kondisi dilapangan ditingkatan Desa.
Maka dari itu, setiap tahapan dan langkah-langkah yang harus dilakukan diatur dalam ketentuan Perundang-undangan. Dalam hal ini yang berhubungan dengan Desa ada tiga Kementrian yang langsung membuat perencanaan dan aturan setiap langkahnya yaitu :
- Kementrian Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
- Kementrian Keuangan, dan
- Kementrian Dalam Negeri
Dengan tiga kekuatan kementrian yang digabungkan untuk memfokuskan dalam membangun Desa mestinya tidak ada alasan lagi kalau perencanaan program tesebut tidak dalam berjalan sesuai dengan yang diinginkan.
Akan tetapi dengan banyaknya tahapan dan mekanisme yang tertuang dalam undang-undang ini, butuh sosialisasi secara serius. Mulai dari Pemerintah sendiri yakni pemerintah daerah Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten, sampai tingkatan Pemerintah Desa.
Selain itu lembaga Legislatif dalam hal ini DPRD juga harus memahami secara benar Undang-undang ini agar tahapan dan ketentuan yang belum dijelaskan secara spesifik bisa disesuaikan dengan Kondisi Daerah dengan dibuatkannya Peraturan Daerah (PERDA), bergitu halnya dengan Bupati/Walikota harus benar-benar memahami dan menjelaskan secara jelas dalam Peraturan Bupati (PERBUP) agar setiap Bidang/bagian dalam Pemerintah Daerah yang mengurus tentang Desa bisa mengaplikasikan Program sesuai dengan amanah konstitusi.
Karena jika tidak ada kesepahaman persepsi mengenai Undang-undang Desa ini ditingkatan bawah khususnya PEMDA Kabupaten , maka Perencanaan awal dari ketiga Kementrian diatas tidak akan sesuai dengan Kondisi ditingkatan Desa.
Akhirnya Undang-undang Desa yang tadinya diharapkan untuk mengatur Tahapan yang harus dilakukan agar mempercepat Pembangunan di Tingkatan desa. malah akan menjadi Bumerang dan hambatan Pembangunan.
Sehingga Undang -undang Desa malah melemahkan Pembangunan di Desa dan akhirnya melemahkan Pembangunan Indonesia. Karena membatasi kewenangan Desa sebagai Wilayah yang memiliki Otonomi.
Maka Solusinya adalah Pemerintah Daerah harus benar-benar menata birokrasinya secara benar dan profesional dengan menempatkan orang-orang yang sesuai dengan Spesifikasi dan keahliannya. Intinya Sumber Daya Manusia masih menjadi Kunci Penting disini.
Banyak contoh Kasus yang saya amati dan saya temui langsung dilapangan Khususnya di Daerah Kabupaten Halmahera Utara.
Misalnya saja tentang Pengangkatan Staf yang tertuang dalam PP 43 tahun 2014 sebagai aturan pelaksanaan UU No 6 Tahun 2014. seberti dibawah ini.
Paragraf 2
Pengangkatan Perangkat Desa
Pasal 66
Pengangkatan perangkat Desa dilaksanakan dengan mekanisme sebagai berikut:
- Kepala Desa melakukan penjaringan dan penyaringan atau seleksi calon perangkat Desa;
- Kepala Desa melakukan konsultasi dengan camat atau sebutan lain mengenai pengangkatan perangkat Desa;
- Camat atau sebutan lain memberikan rekomendasi tertulis yang memuat mengenai calon perangkat Desa yang telah dikonsultasikan dengan kepala Desa; dan
- Rekomendasi tertulis camat atau sebutan lain dijadikan dasar oleh kepala Desa dalam pengangkatan perangkat Desa dengan keputusan kepala Desa.
secara sepintas mungkin aturan ini jelas, namun perlu pemahaman yang sama. Akan tetapi jika persepsi yang berbeda mengenai aturan diatas maka hal ini tentu akan menjadi masalah yang membatasi kewenangan Desa sebagai wilayah Otonomi dalah hal ini Kepala Desa.
Misalnya Poin a diatas Kepala Desa melakukan Seleksi Calon Perangkat Desa. Hal ini tentu saja perlu diatur dalam PERDA karena kita harus menyemakan persepsi mengenai Mekanisme Seleksi tersebut. Muatan soal-soal seleksi misalnya, atau test kemapuan, dan lain-lain.Apakah kepala Desa bisa membuat mekanisme seleksi sendiri atau tidak.
Karena pada Poin B kepala Desa melakukan Konsultasi dengan Camat, maka pertayaannya apa yang perlu di konsultasikan, apakah tatacara dan mekanismenya atau apa. karena Camat juga harus mengaju pada Aturan, sementara aturan sebagai dasar Camat secara spesifik dalam PERDA tidak ada.
Poin C Camat memberikan rekomendasi calon perangkat untuk selanjutnya di Poin C dijadikan dasar pengangkatan perangkat Desa.
Secara sepintas tidak ada masalah, namun hal ini akan jadi masalah jika Camat ternyata memiliki pandangan yang berbeda dan menganggap bahwa nama-nama perangkat desa ditentukan sesuai keinginan Camat untuk selanjutnya dituangkan dalam Rekomendasinya.
Jika hal ini terjadi artinya yang bekerja di Desa sebagai staf pembantu kepala desa adalah orang-orang titipan Camat yang bisa saja mempengaruhi psikologi mereka hingga tidak tunduk dan patuh pada instruksi kepala desa dalam menjalankan program. ini Rancuh.
olehnya itu Butuh PERDA yang jelas, profesional, dan sesuai dengan undang-undang diatasnya.
Jika tidak maka Undang-undang Desa saat ini malah melemahkan Pembangunan di Indonesia, bukannya solusi Pembangunan bangsa Indonesia dari Desa.